JAKARTA PERLU SUMUR RESAPAN DEMI HINDARI BANJIR
Jaksudah dipastikan akan dilanda banjir lagi setiap tahunnya, sampai sekarang belum ada upaya maksimal untuk menangani hal ini. Tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta khususnya dan umumnya oleh kota-kota lain di Indonesia. Sumur resapan merupakan pola sederhana yang manfaatnya begitu besar dan bisa mencegah banjir. Untuk mengganti fungsi penyerapan air pada areal yang ditutupi bangunan fisik di Jakarta, perlu dibangun sumur-sumur resapan yang setara
Sulit memang sekedar menganjurkan, terlebih jika tidak didahului dengan contoh yang baik. Coba lihat apakah bangunan milik Pemda dilengkapi dengan sumur resapan, apakah jalan-jalan di DKI Jakarta yang menurut data suku dinas Pekerjaan Umum Pemda DKI Jakarta tahun 2000 luasnya mencapai 41,5 juta meter persegi, apakah memiliki sumur resapan?
Padahal Jakarta juga sebuah ekosistem. Perubahan sekecil apapun akan mempengaruhi keseimbangan lingkungannya. Misalnya setiap meter persegi pembangunan fisik seperti rumah atau jalan aspal akan mempengaruhi kemampuan tanah menyerap air hujan. Jika air hujan yang terserap tanah secara alami dan air yang dapat disalurkan oleh sungai dan waduk lebih kecil dari jumlah yang mengalir di permukaan tanah, terjadilah banjir.
Bencana juga muncul dimusim kemarau karena tanah yang sedikit menyerap air hujan itu kehilangan gudang-gudang penyimpanan airnya. Sebaliknya ketika musim penghujan, saat kemarau, muka air tanah turun dan sumur pantek mengalami kekeringan.
Sebenarnya, bencana banjir dapat diantisipasi dengan melakukan perluasan transaksi lingkungan yang terlanjur terhutang. Bila membangun di atas lahan yang semula berfungsi sebagai penangkap atau peresap air, maka harus membangun fungsi peresapan air buatan yang setara atau lebih berupa sumur resapan air atau waduk resapan.
Dari pengamatan tersebut, Pemda DKI telah berutang kepada lingkungan sebagai akibat pembangunan fisik yang mengubah fungsi lahan. Contohnya jalan-jalan yang dibangun telah menghalangi tanah menyerap air, akibatnya semakin besar volume air yang mengalir di permukaan, Pemda DKI Jakarta juga berkewajiban membangun sumur-sumur resapan di sepanjang jalan yang dibangunnya, atau para pemborong diwajibkan membangun sumur resapan disepanjang jalan yang dibangunnya.
Pemda DKI Jakarta seharusnya memberi contoh kepada warganya dengan membuat sumur resapan atau waduk resapan di taman, ruang terbuka hijau atau jalur hijau. Sumur resapan tidak membutuhkan lahan yang besar.
Menurut Masyarakat Air Indonesia (MAI) untuk setiap 50 meter persegi yang memiliki saluran drainase harus digantikan dengan sumur resapan yang memiliki volume 1,3 hingga 2,1 meter kubik. Sedangkan untuk areai tutupan yang tidak memiliki saluran drainase, maka sumur resapannya harus bervolume 2,1 hingga 4 meter kubik. Hitungan itu berlaku untuk wilayah wilayah permiabilitas (daya rambat air mendatar) rendah dan bercurah hujan sekitar 80 milimeter per hari, seperti Jakarta.
Sumur resapan bahkan bisa dibuat di pinggir badan jalan, di bawah trotoar, sebelum air masuk ke saluran drainase dengan ukuran 1 X 1 X 4 meter. Namun, semakin dalam sumur, hingga mencapai lapisan pasir, maka akan memilki daya serap yang tinggi.
Jika seluruh jalan di DKI Jakarta luasnya 41,5 juta meter persegi, maka setidaknya Pemda DKI Jakarta harus membuat 830 ribu sumur resapan yang dapat menyerap air hujan hingga 3,32 juta meter kubik. Jumlah itu sangat signifikan mengurangi jumlah air yang mengalir di permukaan. Selain itu, air yang terserap ke dalam tanah akan mengisi kembali gudang-gudang penyimpanan air yang kosong pada musim kemarau.
Apabila itu dapat dilakukan, sekarang Pemda DKI Jakarta harus gencar menganjurkan kepada warganya harus membuat sumur resapan di rumah atau di komplek perumahan mereka. Dengan sumur resapan tersebut bajir yang menghantui sebagian masyarakat Jakarta tidak akan terulang di tahun-tahun mendatang.
Sumber :
No comments:
Post a Comment